TUGAS
ILMU ALAMIAH DASAR
KELOMPOK
2
NAMA KELOMPOK :
1.
Ichsan Rahman S 13512542
2.
Ivan Aulia 13512865
3.
Maylina P 14512504
4.
Taufik Akbar 17512311
5.
Yenti Astuti 17512804
1PA04
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2013
- Perkembangan Pikiran Manusia
A. Sifat Unik Manusia
Dibandingkan dengan makhluk lain, jasmani manusia adalah
lemah, sedangkan rohani, akal budi, dan kemauannya sangat kuat. Manusia tidak
mempunyai tanduk, taji, ataupun sengat, maka untuk membela diri terhadap
serangan dari makhluk lain dan untuk melindungi diri terhadap pengaruh
lingkungan yang merugikan, manusia harus memanfaatkan akal budinya yang
cemerlang. Kemauannya yang keras menyebabkan manusia dapat mengendalikan
jasmaninya.
Hal ini dapat menimbulkan efek yang negatif misalnya, manusia
dapat mogok makan, dapat minum-minuman keras sampai mabuk, dan bahkan
dapat bunuh diri. Kalau tubuh mendapat pengaruh yang negatif dari
lingkungan, maka timbul reaksi yang mendorong tubuh supaya melepaskan diri dari
lingkungan yang merugikan itu. Tetapi kemauan keras dapat memaksa tubuh supaya
tetap menerima pengaruh yang negatif itu. Jadi, sifat unik manusia itu adalah
akal budi dan kemauannya menaklukkan jasmaninya.
B. Rasa Ingin Tahu
Dengan pertolongan akal budinya, manusia menemukan berbagai
cara untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi
adanya akal budi itu juga menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang.
Dengan kata lain, rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Akal budi
manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Rasa ingin
tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk
mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya.
Kegiatan yang dilakukan manusia itu kadang-kadang kurang
serasi dengan tujuannya sehingga tidak dapat menghasilkan pemecahan. Tetapi
kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru
membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan.
Dengan semangat yang makin berkobar ini diadakanlah kegiatan-kegiatan yang dianggap
lebih serasi dan dapat diharapkan akan menghasilkan penyelesaian yang
memuaskan.
Kegiatan untuk
mencari pemecahan dapat berupa:
1. Penyelidikan
langsung.
2. Penggalian hasil-hasil
penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
3. Kerjasama dengan
penyelidik-penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal yang sama atau yang
sejenis.
Sebenarnya setiap orang mempunyai rasa ingin tahu, meskipun
kekuatan atau intensitasnya tidak semua sama, sedangkan bidang minatnyapun
berbeda-beda. Rasa ingin tahu inilah yang dapat diperkuat ataupun diperlemah
oleh lingkungan.
Jadi rasa ingin tahu tiap manusia pada setiap saat belum
tentu sama kuat, demikian pula kelompok fenomena yang menimbulkan rasa ingin
tahu biasanya berbeda-beda dan dapat berubah-ubah menurut keadaan. Tidak
mungkin setiap individu mempunyai rasa ingin tahu yang sama kuat terhadap
segala fenomena yang terjadi dari alam.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa
batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal
ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari
seperti bercocok tanam, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai
kepada hal-hal tentang keindahan.
C. Rasa Ingin Tahu Menyebabkan Alam Pikiran
Manusia Berkembang
Ada dua macam
perkembangan yang akan kita tinjau, yaitu:
1. Perkembangan alam
pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini.
2. Perkembangan alam
pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Perkembangan alam pikiran dapat juga disebabkan oleh
rangsangan dari luar, tanpa dorongan dari dalam yang berupa rasa ingin tahu.
Jadi dengan kata lain, bahwa alam pikiran manusia berkembang terutama karena
ada dorongan dari dalam, yaitu rasa ingin tahu.
- Mitos, Penalaran, dan Pengetahuan
Pangkal Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam
A. Mitos
Menurut A. Comte, bahwa dalam sejarah perkembangan manusia
itu ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap teologi atau
tahap metafisika
2. Tahap filsafat
3. Tahap positif atau
tahap ilmu
Dalam tahap teologi atau tahap metafisika, manusia menyusun
mitos atau dongeng untuk mengenal realita atau kenyataan, yaitu pengetahuan
yang tidak obyektif, melainkan subyektif. Mitos ini diciptakan untuk memuaskan
rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran, mitos, rasio atau penalaran belum
terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal, intuisi, maupun imajinasi.
Menurut C.A. van Peursen, mitos adalah suatu cerita yang
memberikan pedoman atau arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat
ditularkan, dapat pula diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang,
dan sebagainya. Inti cerita adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman
manusia beserta lambang kejahatan dan kebaikan, kehidupan dan kematian, dosa
dan penyucian, juga perkawinan dan kesuburan.
Pada tahap teologi ini, manusia menemukan identitas dirinya.
Manusia sebagai subyek yang masih terbuka dikelilingi oleh obyek yaitu alam,
sehingga manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan kekuatan alam. Lewat mitos
inilah, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian alam
sekitarnya, dan dapat menanggapi daya kekuatan alam.
Berikut ini akan
dijelaskan contoh-contoh mengenai mitos, yaitu:
1. Gunung api meletus
hebat, menimbulkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan awan
panas, sehingga menimbulkan banyak korban manusia. Manusia pada tahap teologi
(menurut A. Comte) atau pada tahap mitos (C.A. van Peursen) belum dapat melihat
realita ini dengan inderanya.
2. Gempa bumi diduga
terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada bahunya) memindahkan bumi
dari bahu yang satu ke bahu yang lain.
3. Gerhana bulan disangka
terjadi karena bulan dimakan raksasa.
4. Bunyi guntur dikira
ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendarai dewa melintasi langit.
Mencari jawaban atas masalah seperti itu, dan
menghubungkannya dengan makhluk-makhluk gaib, disebut berpikir secara
irasional. Demikianlah manusia pada tahap mitos atau teologi menjawab
keingintahuannya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam
pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi.
B. Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin
berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan
tanpa mengarang mitos.
Menurut A. Comte, dalam perkembangan manusia sesudah tahap
mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio
sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir secara obyektif. Rasio
sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang obyektif. Berbeda dengan pada tahap
teologi, pada tahap filsafat ini manusia mencoba mempergunakan rasionya untuk
memahami obyek secara dangkal, tetapi obyek belum dimasuki secara metodologis
yang definitif.
Perkembangan alam pikiran manusia merupakan suatu
proses, maka manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga
berkembang ke dalam tahap positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau
tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi
obyek dengan rasio.
Dalam menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung
api meletus yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi
mengadakan selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati
peristiwa itu, mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian
berusaha mencari penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil
pengamatannya. Misalnya, dengan mencegah terjadinya letusan yang hebat. Untuk
mengurangi banyaknya korban, penduduk di sekeliling gunung api tersebut
dipindahkan ke daerah lain. Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas
dengan mitos sebagai pemikiran yang irasional, kemudian mencari jawaban yang
rasional.
Pemecahan secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam
usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham
yang disebut rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis
menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang
bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola
berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan
dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan
premis minor. Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari
kedua premis tersebut.
Dengan demikian, jelas bahwa penalaran deduktif ini
pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah pasti kebenarannya.
Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem pemikirannya, diturunkan
atau berasal dari idea yang menurut anggapannya jelas, tegas, dan pasti dalam
pikiran manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat diperoleh bermacam-macam
pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada kesepakatan yang dapat
diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat kesulitan untuk
menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis.
C. Penalaran Induktif (empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif
ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan
pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan
pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa
pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung
dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan
penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik
kesimpulan umum dari pengamatan, atas gejala-gejala yang bersifat khusus.
Misalnya, pada pengamatan atas logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya,
jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang
diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena
bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula dengan pengetahuan
yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena
kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan pengetahuan yang diperoleh belum
dapat disebut ilmu pengetahuan.
D. Pendekatan Ilmiah sebagai Kelahiran Ilmu
Pengetahuan Alam
Metode keilmuan atau pendekatan ilmiah adalah perpaduan
antara rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan yang disusun dengan cara
pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan
penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan
terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini
dapat menghasilkan suatu teori. Metode keilmuan itu bersifat obyektif, bebas
dari keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi, serta bersifat terbuka.
Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai
ilmu pengetahuan bilamana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu
gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Secara lengkap dapat dikatakan
bahwa suatu himpunan pengetahuan dapat disebut Ilmu Pengetahuan Alam bilamana
memenuhi persyaratan berikut, yaitu: obyeknya pengalaman manusia yang berupa
gejala-gejala alam, yang dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai
manfaat untuk kesejahteraan manusia.
- Metode Ilmiah sebagai Ciri Ilmu Pengetahuan
Alam
Berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris
membentuk dua kutub yang saling bertentangan. Kedua belah pihak, masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Gabungan antara dua pendekatan rasional
dan pendekatan empiris dinamakan metode ilmiah. Rasionalisme memberi kerangka
pemikiran yang koheren dan logis, sedangkan empirisme dalam memastikan
kebenarannya memberikan kerangka pengujiannya. Dengan demikian, maka
pengetahuan yang dihasilkan yaitu pengetahuan yang konsisten dan sistematis
serta dapat diandalkan, karena telah diuji secara empiris.
Metode ilmiah merupakan cara dalam memperoleh pengetahuan
secara ilmiah. Dan dapat juga dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan
antara rasionalisme dan empirisme. Cara-cara berpikir rasional dan empiris
tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat dalam proses kegiatan
ilmiah tersebut.
Kerangka dasar,
prosedurnya dapat diuraikan atas langkah-langkah seperti berikut:
1. Penemuan atau penentuan
masalah
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita menghadapi berbagai masalah. Kesadaran mengenai masalah yang
kita temukan secara empiris tersebut menyebabkan kita mulai memikirkannya
secara rasional.
2. Perumusan kerangka
masalah
Langkah ini
merupakan usaha untuk mendeskripsikan permasalahannya secara lebih jelas.
3. Pengajuan hipotesis
Hipotesis adalah
kerangka pemikiran sementara yang menjelaskan hubungan antara unsur-unsur yang
membentuk suatu kerangka permasalahan.
4. Deduksi hipotesis
Kadang-kadang,
dalam menjembatani permasalahan secara rasional dengan pembuktian secara
empiris membutuhkan langkah perantara.
5. Pengujian hipotesis
Langkah ini merupakan
usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis.
6. Keterbatasan dan
keunggulan metode ilmiah.
Keterbatasan:
Semua kesimpulan
ilmiah atau kebenaran ilmu termasuk Ilmu Pengetahuan Alam bersifat tentatif,
yang artinya kesimpulan itu di anggap benar selama belum ada kebenaran ilmu
yang dapat menolak kesimpulan itu, sedangkan kesimpulan ilmiah yang dapat
menolak kesimpulan ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang baru.
Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk membuat
kesimpulan yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistem nilai, tentang
seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji adanya Tuhan.
Keunggulan:
Ilmu atau Ilmu
Pengetahuan Alam mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik, dan
berlaku umum. Dengan sifat-sifat tersebut, maka orang yang berkecimpung atau
selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian rupa
hingga padanya terkembangkan suatu sikap ilmiah.
Yang dimaksud dengan sikap ilmiah tersebut adalah sikap:
a. Mencintai
kebenaran yang obyektif, dan bersikap adil.
b. Menyadari bahwa
kebenaran ilmu tidak absolut.
c. Tidak percaya
pada takhayul, astrologi, maupun untung-untungan.
d. Ingin tahu lebih
banyak.
e. Tidak berpikir
secara prasangka.
f. Tidak percaya
begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.
g. Optimis, teliti, dan
berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya adalah benar.
- Kesimpulan
Segala yang diketahui manusia itu adalah pengetahuan.
Pengetahuan itu dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pengetahuan ilmiah
dan pengetahuan non-ilmiah. Pembagian ini sangat tergantung dari cara bagaimana
pengetahuan itu diperoleh.
Pengetahuan non-ilmiah didapat antara lain dari prasangka,
coba-coba, intuisi, dan tidak sengaja. Pengetahuan ilmiah didapat dari usaha
yang dasar (sengaja) dengan syarat obyektif, metodik, sistematik, dan berlaku
umum.
Langkah metode
ilmiah itu adalah:
1. Perumusan masalah
2. Penyusunan hipotesis
3. Pengujian hipotesis
SUMBER REFERENSI
1. Aly, Abdullah.
2004. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara
2. Rahma, Eny. 2004. Ilmu
Alamiah Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara